AD (728x90)

Rabu, 13 September 2017

MAKALAH FIQH MUAMALAH " SYIRKAH"

Share it Please


SYIRKAH
MAKALAH FIQH MUAMALAH
DOSEN PENGAMPU: AULIA RANNY PRIYATNA, S.E.I.,M.E.Sy






DISUSUN OLEH:

ILHAM WAHYU SAPUTRA                     1602100132

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI METRO
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
SEMESTER III
2017



BAB II
ISI

A.    Pengertian Syirkah
            Pengertian syirkah secara  etimologi atau bahasa adalah sebagai berikut, kata syirkah merupakan kata yang berasal dari kata ‘isytirak’ yang berarti perkongsian, diartikan demikian karena syirkah merupakan perkongsian dalam hak untuk menjalankan modal.[1]
1.      Imam Abdul Qasim As-Syafii dalam Kitab Al-Aziz Syarh al- Wajiz,memberikan pengertian syirkah sebagai berikut : “Syirkah adalah suatu ungkapan tentang percampuran dua bagian ( tertentu ) dan seterusnya ( lebih dari dua bagian ) dimana seseorang tidak mengetahui bagian- bagian orang lain.”
2.      Menurut Imam Abu Hanifah adalah sebagai berikut  : “Suatu ungkapan tentang akad antara dua orang yang berserikat dalam modal dan keuntungan”.
3.      Sayyid Sabiq mengemukakan dalam kitabnya al-Fiqh as-Sunnah sebagai berikut : “Syirkah secara bahasa adalah percampuran.”
4.      Menurut Syafi’iyah, syirkah adalah ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang masyhur (diketahui).
5.      Menurut wahbah al-Zuhaili , syirkah secara bahasa adalah percampuran yaitu bercampurnya suatu modal dengan lainnya, sampai tidak dapat dibedakan antara keduannya.[2]
            Dari kelima defenisi diatas, maka terlihat bahwa pada umumnya ulama mendefenisikan syirkah menurut bahasa ini dengan redaksi yang berbeda-beda, tetapi maksudnya tetap sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian syirkah menurut bahasa adalah percampuran antara sesuatu dengan yang lain sehingga sulit dibedakan .
            Selanjutnya adalah pengertian syirkah secara terminologis atau istilah, ada perbedaan definisi syirkah dikalangan ulama, terjadinya perbedaan definisi yang dikemukakan oleh ulama karena perbedaan sudut pandang dan ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Adapun defenisi tersebut adalah :
1.      Menurut Mazhab Malikiyah bahwa syirkah adalah :
Keizinan dalam bertasarruf bagi keduanya peserta diri keduanya, maksudnya mengizinkan masing-masing pihak dari dua orang yangberserikat untuk teman serikatnya bertasarruf dalam harta mereka serta tetap hak tasarruf bagi masing-masing.
2.      Sedangkan menurut ulama Hanabilah pengertian syirkah tersebut adalah: persekutuan dalam hak dalam berusaha atau menjalankan sebuah usaha
3.      Menurut kalangan Hanafiyah, syirkah merupakan istilah yang digunakan untuk meyebut akad antara dua pihak yang berkongsi atau bersekutu dalam modal dan keuntungan
4.      Menurut kalangan Syafi’iyah, syirkah adalah tetapnya hak para pihak yang berkongsi untuk menjalankan dan mengembangkan modal. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa syirkah menurut ulama  Syafi'iyah adalah penetapan hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati.
5.      Dalam kitab Raudhatu Al-Thalibin, Imam Abi Zakariya Yahya ibn Syarif Al-Nawawy Al-Damsyiqy mengungkapkan : “Suatu ungkapan tentang ketetapan hak dalam sesuatu    hal bagi dua orang menurut kesepakatan”.[3]

             Berdasarkan definisi tersebut  dapat dipahami bahwa syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua orang yang mengadakan serikat dalam modal dan keuntungan Adapun syirkah menurut kompilasi hukum ekonomi syariah  (KHES) pasal 20 (3) adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan,keterampilan atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang berserikat.
            Definisi yang dikemukakan oleh para ahli fiqh diatas pada prinsipnya hanya berbeda secara redaksional sedangkan esensinya adalah sama. Dengan kata lain, dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa syirkah adalah bentuk organisasi usaha yang mempunyai unsur-unsur : perkongsian dua pihak atau lebih, kegiatan dengan tujuan mendapatkan keuntungan materi, pembagian laba atau rugi secara proposional sesuai dengan perjanjian dan tidak menyimpang dari ajaran islam.
            Islam membenarkan seorang muslim untuk menggunakan hartanya , baik itu dilakukan sendiri atau dilakukan dalam bentuk kerjasama . oleh karena itu islam membenarkan kepada mereka yang memiliki modal untuk mengadakan usaha dalam bentuk syirkah, apakah itu berupa perusahaan ataupun perdagangan dengan rekannya.

B.     Dasar Hukum Syirkah
            Syirkah mempunyai landasan hukum yang kuat, baik dari al-Qur’an, al-Sunnah, Ijma’ dan dasar hukum lainnya. Syirkah itu diperbolehkan karena syirkah merupakan salah satu bentuk akad yang mendatangkan kemaslahatan untuk kedua belah pihak dan syirkah bukanlah akad yang melanggar ketentuan –ketentuan syara.  Dasar hukum syirkah dalam al-Qur’an antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Surat al-Nisa ayat 12 :
ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$# 4
            Artinya: mereka berkongsi untuk mendapatkan bagian sepertiga.
2.      Surat Shad ayat 24
( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3
                Artinya:  Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh dan Amat sedikitlah mereka ini.[4]
            Sementara dasar hukum syirkah dari al-Sunnah antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Hadis riwayat dari Abu Hurairah :
            Artinya : “Dari Abu Hayyan al Taimi dari aahnya Abu Hurairah (marfu’) Rasulullah bersabda : sesungghunya Allah swt, berfirman “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama salah satu di antara mereka tidak menghianati lainnya, apabila slah seorang di antara mereka menghinatai lainnya, maka aku keluar dari persekutuan mereka”.
            Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa Allah bersama dengan orang yang mengadakan syirkah dan Allah berjanji akan menjaga, membimbing serta memberikan bantuan kepada keduanya dengan menurunkan berkah dalam perniagaan mereka. Apabila terjadi pengkhianatan, maka berkah akan dicabut dari harta kekayaan keduanya.
            Dari hadist di atas dapat diambil suatu pelajaran tentang anjuran untuk melakukan kerja sama tanpa adanya pengkhianatan dan juga terdapat peringatan keras terhadap orang yang bersekutu yang melakukan pengkhianatan. Legalitas perkongsian pun diperkuat, ketika Nabi diutus, masyarakat sedang melakukan perkongsian. Beliau bersabda

2.      Hadis riwayat Bukhari dan Muslim
            Artinya: “ Kekuasaan Allah senantiasa berada pada dua orang yang bersekutu selama keduanya tidak berkhianat”

            Al-Quran dan hadis tersebut menunjukan bahwa legalitas syirkah didukung oleh syariat, bahkan merupakan tuntutan saat dibuthkan karena ia merupakan wasilah untuk mencapai keberuntungan, taufik dan kemenangan bagi para pihak yang berkongsi karena keberpihakkan Allah Swt kepada mereka.[5]

C.    Rukun-rukun Syirkah
            Dalam melaksanakan suatu perikatan islam harus memenuhi rukun yang sesuai dengan hukum islam. Rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada tidaknya sesuatu itu. Rukun syirkah sendiri ada 3 yaitu :
1.      Ijab dan qabul , yaitu ungkapan yang keluar dari masing-masing kedua belah pihak yang bertransaksi yang menunjukan kehendak untuk melaksanakannya.
2.      Orang yang berakad yaitu kedua pelah pihak yang melakukan transaksi. Disyaratkan bagi keduanya mempunyai kelayakan melakukan transaksi, yaitu : baligh, berakal, dan pandai.
3.      Obyek akad yang dimaksud adalah  modal dan pekerjaan, yaitu modal pokok syirkah. Ini bisa berupa harta ataupun pekerjaan. Modal syirkah ini harus ada, maksudnya adalah tidak boleh berupa harta yang terhutang atau harta yang tidak diketahui .

            Rukun syirkah menurut Sayyid Sabiq yaitu adanya ijab dan qabul. Maka sah dan tidaknya syirkah tergantung kepada `ijab dan qabulnya. Contohnya adalah Ilham bersyirkah dengan Erma  untuk urusan ini dan itu, dan berkata: aku telah terima. Maka dalam hal ini syirkah tersebut dapat dilaksanakan dengan catatan syarat-syarat syirkah sudah terpenuhi. [6]

D.    Prinsip-prinsip Syirkah
Adapun prinsip-prinsip syirkah diantaranya yaitu:
1.      Masing-masing pihak yang berserikat atau berkongsi mempunyai wewenang melakukan tindakan hukum atas nama perserikatan dengan izin pihak lain. Segala akibat dari tindakan tersebut, baik hasil maupun resiko-resikonya, ditanggung bersama
2.      Sistem pembagian keuntungan harus ditetapkan bersama secara jelas. Baik dari segi presentasinya ataupun periodenya, contohnya 60%, 50% atau 30% per tiga bulan atau tahunnya.
3.      Sebelum dilakukan pembagian, seluruh keuntungan merupakan keuntungan bersama. Tidak boleh sejumlah keuntungan tertentu yang dihasilkan salah satu pihak dipandang sebagai keuntungannya.
            Itulah prinsip-prinsip syirkah, jadi kedua belah pihak yang ingin berkongsi harus melakukan dan menjalankan prinsip-prinsip tersebut.[7]

E.     Macam-macam Syirkah
            Syirkah ada dua macam, yaitu syirkah amlak’ dan syirkah al-‘uqud. 
1.      Syirkah Amlak’
            Yang dimaksud dengan syirkah amlak’ adalah perkongsian dalam hal untuk memiliki harta. Syirkah amlak’ juga dapat dipahami sebagai keikutsertaan atau keinginan bersama untuk menghasilkan sesuatu yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan menyertakan harta, tanpa wajib membuat perjanjian resmi. Contohnya adalah perkongsian dalam harta yang diwarisi oleh dua ahli waris, ataupun hibah yang diberikan kepada mereka.
            Syirkah amlak’ ada dua macam, yaitu syirkah amlak’ ikhtiyari atau perkongsian sukarela dan syirkah amlak ijabari atau perkongsian paksa. Yang dimaksud dengan perkongsian sukarela adalah kesepakatan dua orang atau lebih untuk memiliki sesuatu barang tanpa adanya keterpaksaan dari masing-masing pihak.
             Contohnya adalah dua orang yang bersepakat untuk membeli suatu barang, misalnya satu buah mobil angkot untuk angkutan kota . sementara perkongisan yang bersifak memaksa adalah perkongsian dimana para pihak yang terlibat dalam kepemilikan barang atau suatu asset tidak bisa menghindar dari bagian dan porsinya dalam kepemilikan tersebut karena memang sudah menjadi ketentuan hukum. Perkongsian paksaan bisa juga diartikan sebagai perkongsian yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya. Contohnya dalam hal bagian harta waris bagi saudara  orang yang mewariskan, apabila jumlah saudara lebih dari satu orang, maka mereka secara ijbari berkongsi mendapat  1/6  (sperenam).[8] Artinya sperenam harta warisan dibagi sejumlah saudara yang ada.
2.      Syirkah al-‘Uqud
            Adapun syirkah al-‘uqud adalah perjanjian yang dilakukan dua orang atau lebih yang bersama-sama memberikan modal dan keuntungan atau kerugian dibagi bersama. Perkongisan ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya.
            Menurut ulama Hanabilah, perkongsian al-‘uqud dibagi menjadi lima, yaitu syirkah ‘inan , syirkah  mufawadah, syirkah abdan , syirkah  wujuh dan syirkah  mudharabah .  sementara menurut ulama Hanafiyah membaginya menjadi enam macam, yaitu syirkah amwal, syirkah a’mal dan  syirkah wujuh. Masing- masing dari ketiga bentuk ini terbagi menjadi mufawadah dan ‘inan.
            Secara umum menurut ulama fiqh, termasuk kalangan Malikiyah dan Syafi’iyah menyatakan bahwa syirkah al-‘uqud terbagi menjadi empat, yakni syirkah ‘inan, syirkah mufawadah, syirkah abdan dan syirkah wujuh.
a.       Syirkah ‘inan
            Menurut Wahbah al-Zuhaili , syirkah ‘inan adalah persekutuan atau perkongsian antara dua pihak atau lebih untuk memanfaatkan harta bersama sebagai modal dalam berdagang, apabila mendapat keuntungan maka dibagi bersama, apabila mengalami kerugian juga ditanggung bersama. Ulama fiqh bersepakat bahwa hal ini diperbolehkan.
            Pengertian lain dari syirkah ‘inan adalah perjanjian kontrak antara dua orang atau lebih, dengan ketentuan bahwa masing-masing dari mereka memberi kontribusi satu porsi dan berpartisipasi dalam pekerjaan. Kedua belah pihak tersebut membuat kesepakatan untuk membagi keuntungan atau kerugian, tetapi pemerataan tidak diisyaratkan dalam hal dana atau pekerjaan atau keuntungan.
             Perkongsian ini banyak dilakukan oleh manusia karena di dalamnya tidak disyaratkan adanya kesamaan dalam modal dan pengolahan, boleh saja modal satu orang lebih banyak dibandingkan lainnya, sebagaiman dibolehkan juga seseorang bertanggung jawab sedang yang lain tidak. Begitu pula dalam bagi hasil, dapat sama dan dapat juga berbeda, bergantung pada persetujuan , yang mereka buat sesuai dengan syarat transaksi. Hanya saja kerugian didasarkan pada modal yang diberikan .[9]
            Ulama bersepakat bahwa syirkah ‘inan  diperbolehkan. Namun demikian ada perbedaan mengenai penamaan syirkah ‘inan  dan persyaratannya. Ada ulama yang berpendapat bahwa penamaan syirkah ‘inan karena adanya kesamaan hak dan kewajiban diantara pihak yang berkongsi. Masing-masing pihak berhak berhak atas asset harta dan pengelolaannya.
            Al farra’ mengatakan bahwa al-inan berasal dari kata ‘anna al-Syai’ yang berarti muncul sesuatu. Dikatakan syirkah ‘inan karena kemauan untuk berkongsi muncul dari masing-masing pihak.
            Al-Subki mengatakan bahwa ‘inan diambil dari kata ‘inan al-dabah yang artinya tali kendali binatang. Para pihak yang melakukan kerjasama atau perkongsian seolah terikat dengan kesepakatan dan aturan yang berlaku diantara mereka ,sehingga para pihak yang terlibat dalam perkongsian tidak bisa melakukan tindakan sewenang-wenang terkait pengolahan usaha.
            Ada dua syarat yang harus terpenuhi dalam syirkah ‘inan sebagaimana diterangkan al-Kasani yang dikutip oleh Wahbah al-Zuhaili :
            Pertama, modal syirkah hendaknya nyata, baik saat akad maupun saat membeli. Oleh karena itu, syirkah tidak sah jika modal yang digunakan berupa utang atau harta yang tidak ada. Kedua, modal syirkah hendaknya berupa barang berharga secara mutlak, yaitu uang, seperti dirham dimasa lalu atau mata uang.
b.      Syirkah Mufawadah
            Arti dari mufawadah menurut bahasa adalah persamaan. Dinamakan mufawadah antaralain sebab harus ada kesamaan dalam modal, keuntungan serta bentuk kerja sama lainnya. Menurut istilah, perkongsian mufawadah adalah transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, penentuan keuangan, pengolahan serta agama yang dianut. Dengan kata lain masing masing pihak saling terikat dengan transaksi yang dilakukan  pihak lain baik dalam bentuk hak ataupun kewajiban.
            Dalam hal ini masing masing pihak saling memberikan jaminan dalam hak dan kewajiban yang berkaitan dengan transaksi yang mereka lakukan. Dengan begitu, masing-masing pihak menjadi wakil bagi mitranya.
            KHES pasal 165 mendefinisikan syirkah mufawadah adalah kerjasama untuk melakuan usaha boleh dilakukan dengan jumlah modal yang sama dan keuntungan serta kerugian yang sama.      Berdasarkan penjelasan mengenai syirkah mufawadah tersebut           dapat dipahami bahwa dalam syirkah mufawadah dalam hal modal tidak diperkenakan ada pihak atau anggota perkongsian yang menyertakan modal lebih besar dari anggota lainnya. Begitu juga dalam masalah pengelolaan modal atau menjalankan usahanya, tidak boleh salah satu pihak mendominasi dalam bekerja. Keuntungan dan kerugian harus dibagi dengan proporsi yang sama.[10]
            Ulama hanafiyah menyebutkan beberapa syarat khusus pada syirkah mufadah, diantaranya adalah setiap aqad harus ahli dalam perwakilan dan jaminan, yakni keduanya harus merdeka, telah balig, berakal, sehat dan dewasa, ada kesamaaan mdal dari segi ukuran karena prinsip dasar syirkah mufadah adalah persamaan, ada kesamaan dalam pembagian keuntungan dan mufawadah hendaknya dilakukan padasemua jenis perdagangan yang diperbolehkan.
            Karena adanya ketentuan harus adanya persamaan proporsi modal, volume pekerjaan, penangunggan resiko dan persamaan dalam pembagian keuntungan, padahal praktik semcam ini susah dilakukan, maka mayoritas ulama tidak memperbolehkan syirkah mufawadah. Masalah modal memang mudah diukur untuk disamakan, dan masalah keuntungan  juga mudah disamakan, namun dalam masalah penangunggan resiko dan persamaan proporsi kerja sangat sulit untuk diterapkan.
c.       Syirkah Abdan atau a’mal
            Syirkah a’mal adalah kontrak kerja sama antara dua orang seprofesi yang menerima pekerjaan dan keuntungan dari pekerjaan tersebut harus dibagi antara mereka sebagaimana telah disetujui.[11] Jadi syirkah abdan adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk mengerjakan suatu pekerjaan, dimana pekerjaan ini tidak membutuhkan modal uang akan tetapi hanya membutuhkan keterampilan tertentu dan tenaga.
            Sebagai contohnya adalah dua orang yang mempunyai keterampilan untuk melaksanakan pembangunan rumah secara bersama-sama    dengan peralatan yang telah disediakan atau peralatan mereka sendiri. Keuntungan dibagi berdasarkan jenis keterampilan atau proporsi kerja yang telah disepakati bersama.
            Para pihak yang berkongsi dalam syirkah abdan harus mempunyai keterampilan tertentu, karena pada dasarnya modal syirkah abdan adalah keterampilan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Masing-masing pihak dalam syirkah abdan dapat membuat kesepakatan atau perjanjian diantara mereka untuk membagi pekerjaan yang menjadi obyek perkongsian. Pembagian pekerjaan ini tentunya disesuaikan dengan kemampuan pihak dan konsekuensinya dalam syirkah abdan harus diketahui oleh para pihak yang berkongsi.          Pembagian tugas tidak harus sama, disesuaikandengan keahlian masing-masing. Oleh karena itu, keuntungan dalam syirkah abdan tidak harus sama, akan tetapi disesuaikan dengan adil proporsionalis sesuai apa yang dikerjakan.
            Ulama berbeda pendapat mengenai hukum syirkah abdan, kalangan ulama Malikiyah, Hanabilah dan Zaidiyah. Dengan alasan, antara lain bahwa tujuan dari perkongsian ini adalah mendapatkan keuntungan, selain itu perkongsian tidak hanya dapat terjadi pada harta tetapi dapat juga pada pekerjaan. Namun demikian, ulama Malikiyah menganjurkan syarat untuk kesahihan syirkah itu, yaitu harus ada kesatuan usaha. Mereka melarangnya kalau jenis barang yang dikerjakan keduanya berbeda, kecuali masih ada kaitannya satu sama lain, seperti usaha penenunan dan pemintalan, dan harus berada di tempat yang sama.
            Ulama Syafi’iyah, Imamiyah, dan Zafar dari golongan hanafiyah berpendapat bahwa syirkah semacam ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada harta dan tidak pada pekerjaan. Alasannya kareana seorang yang bersekutu tidak mengetahui apakah temannya bekerja atau tidak. Selain itu kedua orang tersebut dapat berbeda dalam segi postur tubuh, aktivitas dan kemampuannya.[12]

d.      Syirkah Wujuh
            Syirkah dalam bentuk ini adalah kontrak antara dua pihak atau lebih yang mempunyai reputasi yang baik serta berpengalaman dalam perdagangan atau usaha. Para pihak yang terlibat dalam kontrak melakukan pembelian barang secara kredit dari suatu perusahaan. Peminjaman kredit itu didasarkan atas reputasi mereka sendiri. Kemudian, mereka menjual barang tersebut secara tunai. Hasil keuntungan ataupun kerugian dibagi sesuai dengan garansi atau jaminan mereka kepada pensuplai. Dalam syirkah ini tidak diperlukan modal sebagai dasarnya, melainkan kepercayaan mereka sebagai jaminan. [13]
            Berkaitan dengan pembagian keuntungan dalam syirkah wujuh tidak boleh ada perbedaan dalam pembagian keuntungan apabila jumlah penjual barang sama. Artinya apabila anggota syirkah ini berhasil menjual barang yang dibelinya dalam jumlah yang sama, maka keuntungan juga harus dibagi rata.
            Ulama Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah membolehkan perkongsian jenis ini sebab  mengandung unsure adanya perwakilan dari seseorang kepada partnernya dalam menjalankan penjualan dan pembelian. Selain itu banyak manusia yang mempraktekkkan perkongsian jenis ini di berbagai Negara dan tempat tanpa ada yang menyangkal.

F.     Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya ja’iz (mubah), berdasarkan dalil hadis Nabi Saw berupa taqrir (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai Nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Saw membenarkannya. Nabi Saw bersabda,  sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra:
 “Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua piihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aaku keluar dari keduanya”. (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).[14]


                [1] Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan¸( Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hal. 2014
                [2] Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hal.183-185
                [3] Muhammad Syukur ,”Konsep Syirkah Abdan”, diakses dari htpp://repository.uin-suska.ac.id pada tanggal 4 September 2017 pukul 23.04
                [4] Imam Mustofa, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Lampung: STAIN Jurai Siwo Metro Lampung, 2014), hal.108
                [5]Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan¸( Bandung: CV Pustaka Setia, 2014),  hal.204
                [6] Afifah Nuriastuti, “Akad Syirkah Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah”, diakses dari etheses.uin-malang.ac.id pada tanggal 7 September 2017 pada pukul 16.34
                [7] Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2002), hal.195
                [8] Imam Mustofa, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Lampung: STAIN Jurai Siwo Metro Lampung, 2014), hal.110

                [9] Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hal.191-192

                [10] Imam Mustofa, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Lampung: STAIN Jurai Siwo Metro Lampung, 2014), hal.113-114
                [11]Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan¸( Bandung: CV Pustaka Setia, 2014),  hal.206
                [12] Imam Mustofa, Fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Lampung: STAIN Jurai Siwo Metro Lampung, 2014), hal.113-114
                [13] Siah Khosyi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan¸( Bandung: CV Pustaka Setia, 2014),  hal.208
                [14] http://knowledgeisfreee.blogspot.co.id./2016/02/makalah-pengertian-syirkah-dan-rukun.html diakses pada Minggu, 10 September 2017 pukul 03.15 PM
 

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

1 komentar:

  1. Look at the way my partner Wesley Virgin's report starts in this SHOCKING AND CONTROVERSIAL video.

    You see, Wesley was in the army-and shortly after leaving-he revealed hidden, "SELF MIND CONTROL" tactics that the CIA and others used to get everything they want.

    THESE are the EXACT same methods lots of famous people (notably those who "come out of nothing") and elite business people used to become rich and successful.

    You probably know how you only use 10% of your brain.

    That's because most of your brainpower is UNTAPPED.

    Perhaps that expression has even taken place IN YOUR very own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head seven years ago, while driving an unregistered, garbage bucket of a vehicle without a driver's license and $3 in his pocket.

    "I'm very fed up with living payroll to payroll! When will I finally make it?"

    You took part in those types of conversations, ain't it right?

    Your own success story is waiting to be written. You need to start believing in YOURSELF.

    CLICK HERE TO LEARN WESLEY'S SECRETS

    BalasHapus

© 2013 Curut NgeHits. All rights resevered. Designed by Templateism